Kecenderungan orang, secara naluriah, jika mendapatkan sesuatu yang buruk dari orang lain adalah bereaksi negatif. Dalam hatinya akan muncul perasaan dendam. Kemungkinannya: ia akan membalasnya dengan perlakuan yang sama, atau ia akan membalasnya dengan perlakuan yang lebih buruk dari yang ia terima.
Apakah membalas dengan perlakuan yang sama lantas perasaan dendam itu akan hilang? Tidak. Perasaan negatif itu akan terus muncul tanpa bisa dibendung, kecuali dengan memaafkan. Lalu, setelah membalas perlakuan buruk dengan yang lebih buruk, apakah perasaan dendam itu hilang, karena puas dengan balasan yang lebih? Sekali lagi tidak. Perasaan dendam tidak akan hilang, walau perlakuan buruk telah dibalas dengan yang lebih buruk.
Sangat mungkin orang yang dibalas dengan yang lebih buruk, akan membalasnya kembali dengan yang lebih buruk lagi. Akhirnya, puncaknya adalah salah seorang dari keduanya mati terbunuh. Lalu, keluarga korban membalasnya dengan membunuh pula. Lebih jauh dan sangat mungkin akan terjadi perang: perang antarkeluarga, menyebar menjadi perang antarkelompok, dan seterusnya. Sekarang bayangkan, apa jadinya jika semua orang di negeri ini pendendam? Tentu tidak akan ada kehidupan damai.
Nah, apa langkah yang tepat ketika mendapat perlakuan buruk dari orang lain? Yaitu, dengan memaafkan. Ada rahasia yang tidak kasat mata dalam memaafkan. Jika kita memaafkan orang yang melakukan hal buruk, ada kemungkinan ia pun akan meminta maaf kepada kita. Jika pun tidak, orang yang memaafkan akan terhindar dari perasaan dendam yang akan terus menyiksa batinnya. Langkah selanjutnya adalah bersabar atas apa yang menimpa kita. Dan, kebahagiaan akan muncul mewarnai jiwanya. Sebab, memaafkan dan sabar hanya lahir dari hati yang bahagia.
Allah telah memberikan bimbingan kepada Rasulullah SAW dan umatnya melalui firman-Nya. "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang bersabar." (QS an-Nahl [16]: 126).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ayat ini turun ketika Rasulullah SAW melihat jenazah Hamzah yang gugur sebagai syahid dalam Perang Uhud dengan keadaan tubuhnya yang mengenaskan. Seketika itu, Rasulullah berucap, "Sungguh aku akan membalas dendam kepada orang-orang kafir. Aku benar-benar akan membantai tujuh puluh orang di antara mereka." Dan, turunlah ayat ini. Allah memberikan nasihat kepada Rasulullah agar bersabar. Karena itulah yang terbaik. Dan, akhirnya Rasulullah mengurungkan niatnya untuk membalas dendam. Maka, memaafkan dan sabar adalah alasan yang paling tepat bagi siapa saja yang menginginkan kebahagiaan.
Apakah membalas dengan perlakuan yang sama lantas perasaan dendam itu akan hilang? Tidak. Perasaan negatif itu akan terus muncul tanpa bisa dibendung, kecuali dengan memaafkan. Lalu, setelah membalas perlakuan buruk dengan yang lebih buruk, apakah perasaan dendam itu hilang, karena puas dengan balasan yang lebih? Sekali lagi tidak. Perasaan dendam tidak akan hilang, walau perlakuan buruk telah dibalas dengan yang lebih buruk.
Sangat mungkin orang yang dibalas dengan yang lebih buruk, akan membalasnya kembali dengan yang lebih buruk lagi. Akhirnya, puncaknya adalah salah seorang dari keduanya mati terbunuh. Lalu, keluarga korban membalasnya dengan membunuh pula. Lebih jauh dan sangat mungkin akan terjadi perang: perang antarkeluarga, menyebar menjadi perang antarkelompok, dan seterusnya. Sekarang bayangkan, apa jadinya jika semua orang di negeri ini pendendam? Tentu tidak akan ada kehidupan damai.
Nah, apa langkah yang tepat ketika mendapat perlakuan buruk dari orang lain? Yaitu, dengan memaafkan. Ada rahasia yang tidak kasat mata dalam memaafkan. Jika kita memaafkan orang yang melakukan hal buruk, ada kemungkinan ia pun akan meminta maaf kepada kita. Jika pun tidak, orang yang memaafkan akan terhindar dari perasaan dendam yang akan terus menyiksa batinnya. Langkah selanjutnya adalah bersabar atas apa yang menimpa kita. Dan, kebahagiaan akan muncul mewarnai jiwanya. Sebab, memaafkan dan sabar hanya lahir dari hati yang bahagia.
Allah telah memberikan bimbingan kepada Rasulullah SAW dan umatnya melalui firman-Nya. "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang bersabar." (QS an-Nahl [16]: 126).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ayat ini turun ketika Rasulullah SAW melihat jenazah Hamzah yang gugur sebagai syahid dalam Perang Uhud dengan keadaan tubuhnya yang mengenaskan. Seketika itu, Rasulullah berucap, "Sungguh aku akan membalas dendam kepada orang-orang kafir. Aku benar-benar akan membantai tujuh puluh orang di antara mereka." Dan, turunlah ayat ini. Allah memberikan nasihat kepada Rasulullah agar bersabar. Karena itulah yang terbaik. Dan, akhirnya Rasulullah mengurungkan niatnya untuk membalas dendam. Maka, memaafkan dan sabar adalah alasan yang paling tepat bagi siapa saja yang menginginkan kebahagiaan.
Masih dalam suasana Hari Raya Idul Fitri 1432.H ini, mari kita membuka diri, untuk saling maaf-memaafkan diantara kita, dengan setulus-tulusnya permintaan dan pemberian maaf. Dan mari kita buka lembaran baru kehidupan kita di bulan Syawal ini, dengan tetap senantiasa menjaga kefitrahan dan ketaqwaan yang telah kita raih melalui amalan ramadhan beberapa waktu yang lalu.( Dede Sulaeman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar